Laporan Praktikum Pengujian Tarik ( ACC )
BAB
I
PENDAHULUAN
I. 1.
Latar
belakang
Dalam dunia Engineering, seringkali kita dihadapkan pada
istilah-istilah teknik seperti : tegangan tarik, tegangan geser, tegangan ijin,
regangan, modulus elastisitas, dll yang kesemuanya itu merupakan sifat-sifat
mekanik dari material (dalam hal ini baja).
Bagi seorang ahli ilmu teknik (engineer), cara untuk mengetahui
sifat-sifat mekanik dari suatu material sudah lumrah diketahui namun tidak
demikian dengan para mahasiswa teknik (apalagi yang masih di awal perkuliahan).
Tujuan pengujian mekanik suatu logam, yakni dengan
percobaan-percobaan yang dilakukan terhadap suatu logam adalah untuk
mendapatkan data-data yang dapat menunjukan sifat-sifat mekanik logam tersebut.
Pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan perubahan-perubahannya
dari suatu logam terhadap pembebanan tarik. Pengujian ini umumnya diperuntukan
bagi pengujian beban-beban statik….
(Okasatria, 2009)
Untuk men-design suatu
sistem mekanis, sifat-sifat mekanik dari suatu acuan yang harus disertakan
dalam pemilihan material serta penggambaran kemampuan sistem mekanis yang di-design. Hal ini menunjukkan betapa
pentingnya pengujian tarik untuk diketahui baik praktis maupun teoretis.
I. 2. Tujuan
1. Memahami fenomena kekuatan tarik material.
2. Mengetahui sifat mekanik pada baja ST 42: Yield point bahan uji, Modulus elastis bahan, Besarnya kekuatan tarik maksimum (UTS)
3. Mengetahui cara penggunaan mesin pengujian tarik
4. Mengetahui grafik tegangan-regangan dari material yang diuji
1. Memahami fenomena kekuatan tarik material.
2. Mengetahui sifat mekanik pada baja ST 42: Yield point bahan uji, Modulus elastis bahan, Besarnya kekuatan tarik maksimum (UTS)
3. Mengetahui cara penggunaan mesin pengujian tarik
4. Mengetahui grafik tegangan-regangan dari material yang diuji
I. 3.
Manfaat
Manfaat-manfaat yang
dapat diambil dari praktikum pengujian tarik adalah:
1.
Dapat lebih
memahami pengujian tarik.
2.
Dapat
memahami sifat-sifat mekanik dari
baja ST 42.
3. Data-data yang telah
diperoleh dapat dimanfaatkan untuk menjadi acuan pemanfaatan baja ST 42 dalam design
BAB
II
LANDASAN
TEORI
II. 1. Perilaku Mekanik
Material
Pengujian
tarik yang dilakukan pada suatu material padatan (logam dan nonlogam) dapat
memberikan keterangan yang relatif lengkap mengenai perilaku material tersebut
terhadap pembebanan mekanis. Informasi penting yang bisa didapat adalah:
a.
Batas
proporsionalitas (proportionality limit)
Gambar
1.1.
Kurva tegangan-regangan dari sebuah benda uji terbuat baja ulet
b.
Batas elastis (elastic
limit)
Daerah elastis adalah daerah dimana
bahan akan kembali kepada panjang semula bila tegangan luar dihilangkan. Daerah
proporsionalitas merupakan bahagian dari batas elastik ini. Selanjutnya bila
bahan terus diberikan tegangan (deformasi dari luar) maka batas elastis akan
terlampaui pada akhirnya sehingga bahan tidak akan kembali kepada ukuran
semula. Dengan kata lain dapat didefinisikan bahwa batas elastis merupakan
suatu titik dimana tegangan yang diberikan akan menyebabkan terjadinya
deformasi permanen (plastis) pertama kalinya. Kebanyakan material teknik
memiliki batas elastis yang hampir berimpitan dengan batas proporsionalitasnya.
c.
Titik luluh (yield
point) dan kekuatan luluh (yield strength)
Titik ini merupakan suatu batas
dimana material akan terus mengalami deformasi tanpa adanya penambahan beban.
Tegangan (stress) yang mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh
ini disebut tegangan luluh (yield stress). Titik luluh ditunjukkan oleh
titik Y pada Gambar 1.1 di atas. Gejala luluh umumnya hanya ditunjukkan oleh
logam-logam ulet dengan struktur Kristal BCC dan FCC yang membentuk
interstitial solid solution dari atom-atom carbon, boron, hidrogen dan oksigen.
Interaksi antara dislokasi dan atom-atom tersebut menyebabkan baja ulet seperti
mild steel menunjukkan titik luluh bawah (lower yield point) dan titik
luluh atas (upper yield point). Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang
yang getas umumnya tidak memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk
menentukan kekuatan luluh material seperti ini maka digunakan suatu metode yang
dikenal sebagai Metode Offset. Dengan metode ini kekuatan luluh
(yield strength) ditentukan sebagai tegangan dimana bahan memperlihatkan
batas penyimpangan/deviasi tertentu dari proporsionalitas tegangan dan regangan
. Pada Gambar 1.2 di bawah ini garis offset OX ditarik paralel dengan OP,
sehingga perpotongan XW dan kurva tegangan-regangan memberikan titik Y sebagai
kekuatan luluh. Umumnya garis offset OX diambil 0.1 – 0.2% dari regangan total
dimulai dari titik O.
Kekuatan
luluh atau titik luluh merupakan suatu gambaran kemampuan bahan menahan
deformasi permanen bila digunakan dalam penggunaan struktural yang melibatkan
pembebanan mekanik seperti tarik, tekan bending atau puntiran. Di sisi lain,
batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan (logam) dipakai dalam
proses manufaktur produk-produk logam seperti proses rolling, drawing,
stretching dan sebagainya. Dapat
dikatakan bahwa titik luluh adalah suatu tingkat tegangan yang:
•
Tidak boleh dilewati dalam penggunaan struktural (in service)
•
Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process)
d. Kekuatan
tarik maksimum (ultimate tensile strength)
Merupakan tegangan maksiumum yang dapat ditanggung
oleh material sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Nilai kekuatan
tarik maksimum σ uts ditentukan dari beban maksium Fmaks dibagi
luas penampang awal Ao.
Pada bahan ulet tegangan maksimum ini ditunjukkan
oleh titik M (Gambar 1.1) danselanjutnya bahan akan terus berdeformasi hingga
titik B. Bahan yang bersifat getas memberikan perilaku yang berbeda dimana
tegangan maksimum sekaligus tegangan perpatahan (titik B pada Gambar 1.2).
Dalam kaitannya dengan penggunaan structural maupun dalam proses forming bahan,
kekuatan maksimum adalah batas tegangan yang sama sekali tidak boleh
dilewati.
e.
Kekuatan Putus (breaking
strength)
Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada
saat benda uji putus (Fbreaking) dengan luas penampang awal Ao.
Untuk bahan yang bersifat ulet pada saat beban maksimum M terlampaui dan bahan
terus terdeformasi hingga titik putus B maka terjadi mekanisme penciutan (necking)
sebagai akibat adanya suatu deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan ulet
kekuatan putus adalah lebih kecil daripada kekuatan maksimum sementara pada
bahan getas kekuatan putus adalah sama dengan kekuatan maksimumnya.
f.
Keuletan (ductility)
Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan
kemampuan logam menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan. Sifat ini ,
dalam beberapa tingkatan, harus dimilikioleh bahan bila ingin dibentuk (forming)
melalui proses rolling, bending, stretching, drawing,hammering,
cutting dan sebagainya. Pengujian tarik memberikan dua metode pengukuran
keuletan bahan yaitu:
Persentase perpanjangan
(elongation)
Diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah
perpatahan terhadap panjang awalnya.
Elongasi, ε
(%) = [(Lf-Lo)/Lo] x 100% (1.2)
dimana Lf adalah panjang akhir dan Lo panjang
awal dari benda uji.
Persentase
pengurangan/reduksi penampang (Area Reduction)
Diukur sebagai pengurangan luas penampang
(cross-section) setelah perpatahan terhadap luas penampang awalnya.Reduksi
penampang, R (%) = [(Ao-Af)/Ao] x 100% (1.3)
dimana Af adalah luas penampang akhir dan Ao
luas penampang awal.
g.
Modulus elastisitas (E)
Modulus elastisitas atau modulus Young merupakan
ukuran kekakuan suatu material. Semakin besar harga modulus ini maka semakin
kecil regangan elastis yang terjadi pada suatu tingkat pembebanan tertentu,
atau dapat dikatakan material tersebut semakin kaku (stiff). Pada grafik
tegangan-regangan (Gambar 1.1 dan 1.2), modulus kekakuan tersebut dapat
dihitung dari slope kemiringan garis elastis yang linier, diberikan oleh:
E = σ/ε
atau E = tan α (1.4)
dimana α adalah sudut yang dibentuk oleh daerah
elastis kurva tegangan-regangan. Modulus elastisitas suatu material ditentukan
oleh energi ikat antar atom-atom, sehingga besarnya nilai modulus ini tidak
dapat dirubah oleh suatu proses tanpa merubah struktur bahan. Sebagai contoh
diberikan oleh Gambar 1.3 di bawah ini yang menunjukkan grafik
tegangan-regangan beberapa jenis baja:
Gambar 1.3. Grafik
tegangan-regangan beberapa baja yang memperlihatkan kesamaan modulus kekakuan
h.
Modulus kelentingan (modulus
of resilience)
Mewakili kemampuan material untuk menyerap energi
dari luar tanpa terjadinya kerusakan. Nilai modulus dapat diperoleh dari luas
segitiga yang dibentuk oleh area elastik diagram tegangan-regangan pada
Gambar 1.1.
i.
Modulus ketangguhan (modulus of toughness)
Merupakan kemampuan material dalam menyerap energi
hingga terjadinya perpatahan.Secara kuantitatif dapat ditentukan dari luas area
keseluruhan di bawah kurva tegangan-regangan hasil pengujian tarik seperti
Gambar 1.1. Pertimbangan disain yang mengikutsertakan modulus ketangguhan
menjadi sangat penting untuk komponen-komponen yang mungkin mengalami
pembebanan berlebih secara tidak disengaja. Material dengan modulus ketangguhan
yang tinggi akan mengalami distorsi yang besar karena pembebanan berlebih,
tetapi hal ini tetap disukai dibandingkan material dengan modulus yang rendah
dimana perpatahan akan terjadi tanpa suatu peringatan terlebih dahulu.
j.
Kurva tegangan-regangan
rekayasa dan sesungguhnya
Kurva tegangan-regangan rekayasa didasarkan atas
dimensi awal (luas area dan panjang) daribenda uji, sementara untuk mendapatkan
kurva tegangan-regangan sesungguhnya diperlukanluas area dan panjang aktual
pada saat pembebanan setiap saat terukur. Perbedaan keduakurva tidaklah
terlampau besar pada regangan yang kecil, tetapi menjadi signifikan padarentang
terjadinya pengerasan regangan (strain hardening), yaitu setelah titik
luluhterlampaui. Secara khusus perbedaan menjadi demikian besar di dalam daerah
necking. Padakurva tegangan-regangan rekayasa, dapat diketahui bahwa benda uji
secara aktual mampumenahan turunnya beban karena luas area awal Ao bernilai
konstan pada saat penghitungantegangan σ = P/Ao. Sementara pada kurva
tegangan-regangan sesungguhnya luas area aktual adalah selalu turun hingga
terjadinya perpatahan dan benda uji mampu menahan peningkatantegangan karena σ =
P/A. Gambar 1.4 di bawah ini memperlihatkan contoh kedua
kurvategangan-regangan tersebut pada baja karbon rendah (mild steel).
Gambar 1.4. Perbandingan antara kurva tegangan-regangan rekayasa dan sesungguhnyadari baja karbon rendah (mild steel).
Gambar 1.4. Perbandingan antara kurva tegangan-regangan rekayasa dan sesungguhnyadari baja karbon rendah (mild steel).
II. 2.
Mode
Perpatahan Material
Sampel hasil pengujian tarik dapat menunjukkan beberapa tampilan
perpatahan sepertidiilustrasikan oleh Gambar 1.5 di bawah ini:
Perpatahan ulet memberikan karakteristk berserabut (fibrous)
dan gelap (dull), sementaraperpatahan getas ditandai dengan permukaan
patahan yang berbutir (granular) dan terang.Perpatahan ulet umumnya
lebih disukai karena bahan ulet umumnya lebih tangguh danmemberikan peringatan
lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan. Pengamatan kedua tampilan perpatahan
itu dapat dilakukan baik dengan mata telanjangmaupun dengan bantuan stereoscan
macroscope. Pengamatan lebih detil dimungkinkandengan penggunaan SEM (Scanning
Electron Microscope).
a.
Perpatahan
Ulet
Gambar 1.6 di bawah ini memberikan
ilustrasi skematis terjadinya perpatahan ulet pada suatuspesimen yang diberikan
pembebanan tarik:
Gambar 1.6 . Tahapan terjadinya perpatahan uletpada sampel uji tarik: (a)
Penyempitan awal;(b) Pembentukan rongga-rongga kecil (cavity);(c) Penyatuan
rongga-rongga membentuk suaturetakan; (d) Perambatan retak; (e) Perpatahangeser
akhir pada sudut 45°(a) (b)
(c)(d) (e)
Tampilan foto SEM dari perpatahan ulet
diberikan oleh Gambar 1.7 berikut.
Gambar 1.7. Tampilan permukaan patahan dari suatu sampel logam yang ditandai dengan lubang-lubang dimpel sebagai suatu hasil proses penyatuan rongga-rongga kecil(cavity) selama pembebanan berlangsung.
Gambar 1.7. Tampilan permukaan patahan dari suatu sampel logam yang ditandai dengan lubang-lubang dimpel sebagai suatu hasil proses penyatuan rongga-rongga kecil(cavity) selama pembebanan berlangsung.
Perpatahan getas memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1.
Tidak ada
atau sedikit sekali deformasi plastis yang terjadi pada material
2.
Retak/perpatahan
merambat sepanjang bidang-bidang kristalin membelah atom-atommaterial (transgranular).
3.
Pada
material lunak dengan butir kasar (coarse-grain) maka dapat dilihat pola-pola
yangdinamakan chevrons or fan-like pattern yang berkembang keluar
dari daerah awalkegagalan.
4.
Material
keras dengan butir halus (fine-grain) tidak memiliki pola-pola yang
mudahdibedakan.
5.
Material
amorphous (seperti gelas) memiliki permukaan patahan yang bercahaya danmulus.
Contoh perpatahan getas dari suatu benda uji berbentuk pelat
diberikan oleh Gambar 1.8 dibawah ini.
Sedangkan hasil foto SEM sampel dengan perpatahan getas diberikan
oleh Gambar 1.9 padahalaman berikut ini:
Gambar 1.9. Foto
SEM sampel dengan perpatahan getas. Perhatikan bentuk perambatanretak yang
menjalar (a) memotong butir (transgranular fracture) dan (b) melalui batasbutir
material (intergranular fracture)
(Yuwono,2009)
BAB
III
METODE
PENGUJIAN
III. 1. Prosedur pengujian
1. Bahan uji dibersihkan dari oksidasi atau kotoran lainnya.
2. Mengukur
bahan uji yaitu panajng dan diametr awal.
3. Menyetel
mesin uji tarik pada posisi 0 kg dan pertambahan beban
4. Memasang
bahan uji pada ragum dan mengunci dengan kuat.
5. Memulai
penarikan dengan menekan tombol serta mengaktifkan mesin pencetak data atau
grafik.
6. Mencatat
setiap perubahan beban dan panjang sampai bahan patah.
7. Jika
sudah patah mesin dimatikan dan bahan dilepas, kemudian mencatat panjang dan
diameter akhir.
III.
2. Alat-alat dan bahan yang
digunakan
1. Mesin
uji tarik universal dengan perlengkapan
standart.
- Jangka sorong.
- Alat-alat tulis untuk mencatat data.
- Spesimen uji (Baja ST 42)
III.
3. Data hasil percobaan
Diameter
mula-mula (Do)
|
= 8,1 mm
|
Panjang
mula-mula (Lo)
|
= 80 mm
|
Diameter
akhir (D1)
|
= 4,75 mm
|
BAB
IV
PEMBAHASAN
IV. 1.
Pengolahan
data
Persamaan-persamaan yang digunakan pada
pengolahan data berikut adalah:
a. Pertambahan
panjang (ΔL)
ΔL = L i-L0[mm]
Dimana:
Li = panjang
ke-I [mm]
L0 = panjang mula-mula
Dimana:
D0 =
diameter awal [mm]
Df =
diameter akhir [mm]
c. Tegangan
(σ)
Dimana:
P = beban [kg]
d. Regangan
(ε)
e. Modulus
Elastisitas (E)
E = σ/ε
atau E = tan α
Hasil pengolahan data
akan ditabelkan sebagai berikut:
Dan setrusnya sampai data terakhir hasil pengujian selesai
VI. 1.
Grafik
Pada
pembebanan daerah nol sampai mencapai tegangan ±15 kg/mm2 terjadi
peningkatan regangan tanpa penambahan beban yang berarti. Kemudian dari
tegangan ±15 kg/mm2 hingga proporsional
limit, grafik merupakan garis yang mendekati lurus.Daerah ini disebut daerah
elastic atau daerah proporsional limit. Kecenderungan garis pada tegangan di bawah ±15
kg/mm2 yang memiliki gradient kemiringan yang lebih kecil daripada daerah
proporsional limit dikarenakan terjadinya slip saat pembebanan awal. Pada
daerah proporsional limit ini, apabila besarnya pembebanan di bawah rentangan proporsional
limit maka benda uji hanya mengalami deformasi elastis. Jadi jika gaya itu
ditiadakan maka benda uji akan masih dapat kembali ke panjang mula-mula. Elastic
limit merupakan batas antara deformasi elastik dan deformasi plastik. Bila
besarnya pembebanan melampau elastik limit ini maka grafik yang terbentuk ini
merupakan garis lengkung. Karena antara nol hingga proporsional limitmerupakan
garis lurus, maka berlaku hubungan Tegangan dibagi dengan Regangan sama dengan
Konstant, sama dengan Modulus Elastisitas (Young Modulus).
Apabila
tegangan sudah mencapai titik Yields Stress maka benda uji sudah mulai
nampak adanya pengecilan penampang. Dan ternyata pula pada titik tersebut benda
uji mengalami pertambahan panjang dengan sendirinya walaupun besarnya beban
tidak ditambah. Yields Stress dapat juga disebut dengan Yeild Point
(Batas Lumer). Tetapi pada umumnya banyak logam yang tidak memiliki titik atau
batas lumer yang jelas, terutama pada logam-logam yang rapuh. Pada diagram
Tegangan-Regangan dari jenis logam tersebut titik lumer ditentukan dari harga
tegangan dimana benda uji dari logam tersebut memperoleh perpanjangan
(pertambahan panjang) permanen sebesar 0,2% dari panjang mula-mula. Tegangan
ini biasanya dimanakan “Tegangan Net 0,2” dan merupakan dasar untuk menentukan Yield
Stress.
Apabila
pembebanan sudah mencapai titik Ultimate Stress (Batas Patah) maka
tegangan ini merupakan tegangan tarik maksimum yang mampu ditahan oleh benda
uji tersebut. Pada titik tersebut, benda uji sudah menunjukan gejala-gejala
patah berupa retakan-retakan. Retakan-retakan yang sudah mulai timbul pada
titik Ultimate Stress akan semakin bertambah besar dan akhirnya benda
uji akan patah pada titik Fracture Stress.
BAB
V
KESIMPULAN
Setiap material atau bahan mempunyai kekuatan tarik
maksimum yang berbeda terhadap pembebanan mekanis yang dilakukan pada perilaku material
tersebut.
Dari
hasil pengujian diketahui bahwa specimen yang diuji, yakni baja ST 42 memiliki
mechanical properties sebagai berikut:
a. Yield
point sebesar, 51.62
(kg/mm2)
b. Modulus
elastic bahan, 97.807
(kg/mm2)
c. Kekuatan tarik maksimum (UTS), 64.273 (kg/mm2)
Nilai-nilai di atas didapatkan dari grafik tegangan-regangan baja
ST 42 berikut.
DAFTAR PUSTAKA
Novyanto,Okasatria“MengenalPengujianTarik” (Online)https://okasatria.blogspot.com/2008/02/pengujian-tarik.html
Yuwono, A. Herman “Buku Panduan
Praktikum Karakterisasi Material 1pengujian Merusak (DestructiveTesting)”(Online)https://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/203f21941a45967f2725262fb729753931ce61b8.pdf
boleh minta laporannya ka? buat referensi
ReplyDelete