Friday, 4 March 2016

Laporan Praktikum Pengujian Tarik ( ACC )

Laporan Praktikum Pengujian Tarik ( ACC )

BAB I
PENDAHULUAN

I. 1.     Latar belakang
Dalam dunia Engineering, seringkali kita dihadapkan pada istilah-istilah teknik seperti : tegangan tarik, tegangan geser, tegangan ijin, regangan, modulus elastisitas, dll yang kesemuanya itu merupakan sifat-sifat mekanik dari material (dalam hal ini baja).  Bagi seorang ahli ilmu teknik (engineer), cara untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari suatu material sudah lumrah diketahui namun tidak demikian dengan para mahasiswa teknik (apalagi yang masih di awal perkuliahan).
Tujuan pengujian mekanik suatu logam, yakni dengan percobaan-percobaan yang dilakukan terhadap suatu logam adalah untuk mendapatkan data-data yang dapat menunjukan sifat-sifat mekanik logam tersebut. Pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan perubahan-perubahannya dari suatu logam terhadap pembebanan tarik. Pengujian ini umumnya diperuntukan bagi pengujian beban-beban statik….
(Okasatria, 2009)
Untuk men-design suatu sistem mekanis, sifat-sifat mekanik dari suatu acuan yang harus disertakan dalam pemilihan material serta penggambaran kemampuan sistem mekanis yang di-design. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pengujian tarik untuk diketahui baik praktis maupun teoretis.
I. 2.     Tujuan
1. Memahami fenomena kekuatan tarik material.
2. Mengetahui sifat mekanik pada baja ST 42: Yield point bahan uji, Modulus elastis bahan, Besarnya kekuatan tarik maksimum (UTS)
3. Mengetahui cara penggunaan mesin pengujian tarik
4. Mengetahui grafik tegangan-regangan dari material yang diuji


I. 3.     Manfaat
Manfaat-manfaat yang dapat diambil dari praktikum pengujian tarik adalah:
1.      Dapat lebih memahami pengujian tarik.
2.      Dapat memahami sifat-sifat mekanik dari baja ST 42.
3.    Data-data yang telah diperoleh dapat dimanfaatkan untuk menjadi acuan pemanfaatan baja ST 42 dalam design


BAB II
LANDASAN TEORI


II. 1.  Perilaku Mekanik Material
Pengujian tarik yang dilakukan pada suatu material padatan (logam dan nonlogam) dapat memberikan keterangan yang relatif lengkap mengenai perilaku material tersebut terhadap pembebanan mekanis. Informasi penting yang bisa didapat adalah:
a.         Batas proporsionalitas (proportionality limit)
Merupakan daerah batas dimana tegangan dan regangan mempunyai hubungan proporsionalitas satu dengan lainnya. Setiap penambahan tegangan akan diikuti dengan penambahan regangan secara proporsional dalam hubungan linier σ = E ε (bandingkan dengan hubungan y = mx; dimana y mewakili tegangan; x mewakili regangan dan m mewakili slope kemiringan dari modulus kekakuan). Titik P pada Gambar 1.1 di bawah ini menunjukkan batas proporsionalitas dari kurva tegangan-regangan.

Gambar 1.1. Kurva tegangan-regangan dari sebuah benda uji terbuat baja ulet

b.         Batas elastis (elastic limit)
Daerah elastis adalah daerah dimana bahan akan kembali kepada panjang semula bila tegangan luar dihilangkan. Daerah proporsionalitas merupakan bahagian dari batas elastik ini. Selanjutnya bila bahan terus diberikan tegangan (deformasi dari luar) maka batas elastis akan terlampaui pada akhirnya sehingga bahan tidak akan kembali kepada ukuran semula. Dengan kata lain dapat didefinisikan bahwa batas elastis merupakan suatu titik dimana tegangan yang diberikan akan menyebabkan terjadinya deformasi permanen (plastis) pertama kalinya. Kebanyakan material teknik memiliki batas elastis yang hampir berimpitan dengan batas proporsionalitasnya.
c.          Titik luluh (yield point) dan kekuatan luluh (yield strength)
Titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus mengalami deformasi tanpa adanya penambahan beban. Tegangan (stress) yang mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh ini disebut tegangan luluh (yield stress). Titik luluh ditunjukkan oleh titik Y pada Gambar 1.1 di atas. Gejala luluh umumnya hanya ditunjukkan oleh logam-logam ulet dengan struktur Kristal BCC dan FCC yang membentuk interstitial solid solution dari atom-atom carbon, boron, hidrogen dan oksigen. Interaksi antara dislokasi dan atom-atom tersebut menyebabkan baja ulet seperti mild steel menunjukkan titik luluh bawah (lower yield point) dan titik luluh atas (upper yield point). Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas umumnya tidak memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk menentukan kekuatan luluh material seperti ini maka digunakan suatu metode yang dikenal sebagai Metode Offset. Dengan metode ini kekuatan luluh (yield strength) ditentukan sebagai tegangan dimana bahan memperlihatkan batas penyimpangan/deviasi tertentu dari proporsionalitas tegangan dan regangan . Pada Gambar 1.2 di bawah ini garis offset OX ditarik paralel dengan OP, sehingga perpotongan XW dan kurva tegangan-regangan memberikan titik Y sebagai kekuatan luluh. Umumnya garis offset OX diambil 0.1 – 0.2% dari regangan total dimulai dari titik O.
ambar 1.2. Kurva tegangan-regangan dari sebuah benda uji terbuat dari bahan getas
Kekuatan luluh atau titik luluh merupakan suatu gambaran kemampuan bahan menahan deformasi permanen bila digunakan dalam penggunaan struktural yang melibatkan pembebanan mekanik seperti tarik, tekan bending atau puntiran. Di sisi lain, batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan (logam) dipakai dalam proses manufaktur produk-produk logam seperti proses rolling, drawing,  stretching dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa titik luluh adalah suatu tingkat tegangan yang:
• Tidak boleh dilewati dalam penggunaan struktural (in service)
• Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process)
d.       Kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength)
Merupakan tegangan maksiumum yang dapat ditanggung oleh material sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Nilai kekuatan tarik maksimum σ uts ditentukan dari beban maksium Fmaks dibagi luas penampang awal Ao.
Pada bahan ulet tegangan maksimum ini ditunjukkan oleh titik M (Gambar 1.1) danselanjutnya bahan akan terus berdeformasi hingga titik B. Bahan yang bersifat getas memberikan perilaku yang berbeda dimana tegangan maksimum sekaligus tegangan perpatahan (titik B pada Gambar 1.2). Dalam kaitannya dengan penggunaan structural maupun dalam proses forming bahan, kekuatan maksimum adalah batas tegangan yang sama sekali tidak boleh dilewati.
e.        Kekuatan Putus (breaking strength)
Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda uji putus (Fbreaking) dengan luas penampang awal Ao. Untuk bahan yang bersifat ulet pada saat beban maksimum M terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga titik putus B maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat adanya suatu deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan ulet kekuatan putus adalah lebih kecil daripada kekuatan maksimum sementara pada bahan getas kekuatan putus adalah sama dengan kekuatan maksimumnya.
f.         Keuletan (ductility)
Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan kemampuan logam menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan. Sifat ini , dalam beberapa tingkatan, harus dimilikioleh bahan bila ingin dibentuk (forming) melalui proses rolling, bending, stretching, drawing,hammering, cutting dan sebagainya. Pengujian tarik memberikan dua metode pengukuran keuletan bahan yaitu:
*      Persentase perpanjangan (elongation)
Diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap panjang awalnya.
Elongasi, ε (%) = [(Lf-Lo)/Lo] x 100% (1.2)
dimana Lf adalah panjang akhir dan Lo panjang awal dari benda uji.
*      Persentase pengurangan/reduksi penampang (Area Reduction)
Diukur sebagai pengurangan luas penampang (cross-section) setelah perpatahan terhadap luas penampang awalnya.Reduksi penampang, R (%) = [(Ao-Af)/Ao] x 100% (1.3)
dimana Af adalah luas penampang akhir dan Ao luas penampang awal.
g.        Modulus elastisitas (E)
Modulus elastisitas atau modulus Young merupakan ukuran kekakuan suatu material. Semakin besar harga modulus ini maka semakin kecil regangan elastis yang terjadi pada suatu tingkat pembebanan tertentu, atau dapat dikatakan material tersebut semakin kaku (stiff). Pada grafik tegangan-regangan (Gambar 1.1 dan 1.2), modulus kekakuan tersebut dapat dihitung dari slope kemiringan garis elastis yang linier, diberikan oleh:
E = σ/ε atau E = tan α (1.4)
dimana α adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastis kurva tegangan-regangan. Modulus elastisitas suatu material ditentukan oleh energi ikat antar atom-atom, sehingga besarnya nilai modulus ini tidak dapat dirubah oleh suatu proses tanpa merubah struktur bahan. Sebagai contoh diberikan oleh Gambar 1.3 di bawah ini yang menunjukkan grafik tegangan-regangan beberapa jenis baja:
Gambar 1.3. Grafik tegangan-regangan beberapa baja yang memperlihatkan kesamaan modulus kekakuan
h.        Modulus kelentingan (modulus of resilience)
Mewakili kemampuan material untuk menyerap energi dari luar tanpa terjadinya kerusakan. Nilai modulus dapat diperoleh dari luas segitiga yang dibentuk oleh area elastik diagram tegangan-regangan pada Gambar 1.1.

i.           Modulus ketangguhan (modulus of toughness)
Merupakan kemampuan material dalam menyerap energi hingga terjadinya perpatahan.Secara kuantitatif dapat ditentukan dari luas area keseluruhan di bawah kurva tegangan-regangan hasil pengujian tarik seperti Gambar 1.1. Pertimbangan disain yang mengikutsertakan modulus ketangguhan menjadi sangat penting untuk komponen-komponen yang mungkin mengalami pembebanan berlebih secara tidak disengaja. Material dengan modulus ketangguhan yang tinggi akan mengalami distorsi yang besar karena pembebanan berlebih, tetapi hal ini tetap disukai dibandingkan material dengan modulus yang rendah dimana perpatahan akan terjadi tanpa suatu peringatan terlebih dahulu.
j.          Kurva tegangan-regangan rekayasa dan sesungguhnya
Kurva tegangan-regangan rekayasa didasarkan atas dimensi awal (luas area dan panjang) daribenda uji, sementara untuk mendapatkan kurva tegangan-regangan sesungguhnya diperlukanluas area dan panjang aktual pada saat pembebanan setiap saat terukur. Perbedaan keduakurva tidaklah terlampau besar pada regangan yang kecil, tetapi menjadi signifikan padarentang terjadinya pengerasan regangan (strain hardening), yaitu setelah titik luluhterlampaui. Secara khusus perbedaan menjadi demikian besar di dalam daerah necking. Padakurva tegangan-regangan rekayasa, dapat diketahui bahwa benda uji secara aktual mampumenahan turunnya beban karena luas area awal Ao bernilai konstan pada saat penghitungantegangan σ = P/Ao. Sementara pada kurva tegangan-regangan sesungguhnya luas area aktual adalah selalu turun hingga terjadinya perpatahan dan benda uji mampu menahan peningkatantegangan karena σ = P/A. Gambar 1.4 di bawah ini memperlihatkan contoh kedua kurvategangan-regangan tersebut pada baja karbon rendah (mild steel).

Gambar 1.4. Perbandingan antara kurva tegangan-regangan rekayasa dan sesungguhnyadari baja karbon rendah (mild steel).
II. 2.       Mode Perpatahan Material
Sampel hasil pengujian tarik dapat menunjukkan beberapa tampilan perpatahan sepertidiilustrasikan oleh Gambar 1.5 di bawah ini:
Perpatahan ulet memberikan karakteristk berserabut (fibrous) dan gelap (dull), sementaraperpatahan getas ditandai dengan permukaan patahan yang berbutir (granular) dan terang.Perpatahan ulet umumnya lebih disukai karena bahan ulet umumnya lebih tangguh danmemberikan peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan. Pengamatan kedua tampilan perpatahan itu dapat dilakukan baik dengan mata telanjangmaupun dengan bantuan stereoscan macroscope. Pengamatan lebih detil dimungkinkandengan penggunaan SEM (Scanning Electron Microscope).
a.       Perpatahan Ulet
Gambar 1.6 di bawah ini memberikan ilustrasi skematis terjadinya perpatahan ulet pada suatuspesimen yang diberikan pembebanan tarik:



Gambar 1.6 . Tahapan terjadinya perpatahan uletpada sampel uji tarik: (a) Penyempitan awal;(b) Pembentukan rongga-rongga kecil (cavity);(c) Penyatuan rongga-rongga membentuk suaturetakan; (d) Perambatan retak; (e) Perpatahangeser akhir pada sudut 45°(a) (b) (c)(d) (e)




Tampilan foto SEM dari perpatahan ulet diberikan oleh Gambar 1.7 berikut.
Gambar 1.7. Tampilan permukaan patahan dari suatu sampel logam yang ditandai dengan lubang-lubang dimpel sebagai suatu hasil proses penyatuan rongga-rongga kecil(cavity) selama pembebanan berlangsung.
b.      Perpatahan Getas
Perpatahan getas memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Tidak ada atau sedikit sekali deformasi plastis yang terjadi pada material
2.      Retak/perpatahan merambat sepanjang bidang-bidang kristalin membelah atom-atommaterial (transgranular).
3.      Pada material lunak dengan butir kasar (coarse-grain) maka dapat dilihat pola-pola yangdinamakan chevrons or fan-like pattern yang berkembang keluar dari daerah awalkegagalan.
4.      Material keras dengan butir halus (fine-grain) tidak memiliki pola-pola yang mudahdibedakan.
5.      Material amorphous (seperti gelas) memiliki permukaan patahan yang bercahaya danmulus.
Contoh perpatahan getas dari suatu benda uji berbentuk pelat diberikan oleh Gambar 1.8 dibawah ini.

Gambar 1.8. Perpatahan getas pada dua sampel logam berpenampang lintang persegipanjang (pelat)
Sedangkan hasil foto SEM sampel dengan perpatahan getas diberikan oleh Gambar 1.9 padahalaman berikut ini:
Gambar 1.9. Foto SEM sampel dengan perpatahan getas. Perhatikan bentuk perambatanretak yang menjalar (a) memotong butir (transgranular fracture) dan (b) melalui batasbutir material (intergranular fracture)
(Yuwono,2009)


BAB III
METODE PENGUJIAN

III. 1.    Prosedur pengujian
1. Bahan uji dibersihkan dari oksidasi atau kotoran lainnya.
2. Mengukur bahan uji yaitu panajng dan diametr awal.
3. Menyetel mesin uji tarik pada posisi 0 kg dan pertambahan beban
4. Memasang bahan uji pada ragum dan mengunci dengan kuat.
5. Memulai penarikan dengan menekan tombol serta mengaktifkan mesin pencetak data atau grafik.
6. Mencatat setiap perubahan beban dan panjang sampai bahan patah.
7. Jika sudah patah mesin dimatikan dan bahan dilepas, kemudian mencatat panjang dan diameter akhir.
III. 2.    Alat-alat dan bahan yang digunakan
1.      Mesin uji tarik universal dengan perlengkapan standart.
  1. Jangka sorong.
  2.  Alat-alat tulis untuk mencatat data.
  3. Spesimen uji (Baja ST 42)

III. 3.    Data hasil percobaan
Data specimen sebelum dan sesudah pengujian dilakukan adalah sebagai berikut:

Diameter mula-mula (Do)
= 8,1 mm
Panjang mula-mula (Lo)
= 80 mm
Diameter akhir (D1)
= 4,75 mm

panjang Akhir (L1)= 96,5 mm






Dan seterusnya sampai data spesimen  selesai biasanya sampai 1000 data spesimen




BAB IV
PEMBAHASAN

IV. 1.    Pengolahan data
Persamaan-persamaan yang digunakan pada pengolahan data berikut adalah:
a.       Pertambahan panjang (ΔL)
ΔL = L i-L0[mm]
Dimana:
Li = panjang ke-I [mm]
L0 = panjang mula-mula

Dimana:
D0 = diameter awal [mm]
Df = diameter akhir [mm]
c.       Tegangan (σ)

Dimana:
P = beban [kg]
d.      Regangan (ε)

e.       Modulus Elastisitas (E)
E = σ/ε atau E = tan α


Hasil pengolahan data akan ditabelkan sebagai berikut:
Dan setrusnya sampai data terakhir hasil pengujian selesai
VI. 1.    Grafik

Pada pembebanan daerah nol sampai mencapai tegangan ±15 kg/mm2 terjadi peningkatan regangan tanpa penambahan beban yang berarti. Kemudian dari tegangan ±15 kg/mm2 hingga  proporsional limit, grafik merupakan garis yang mendekati lurus.Daerah ini disebut daerah elastic atau daerah proporsional limit.  Kecenderungan garis pada tegangan di bawah ±15 kg/mm2 yang memiliki gradient kemiringan yang lebih kecil daripada daerah proporsional limit dikarenakan terjadinya slip saat pembebanan awal. Pada daerah proporsional limit ini, apabila besarnya pembebanan di bawah rentangan proporsional limit maka benda uji hanya mengalami deformasi elastis. Jadi jika gaya itu ditiadakan maka benda uji akan masih dapat kembali ke panjang mula-mula. Elastic limit merupakan batas antara deformasi elastik dan deformasi plastik. Bila besarnya pembebanan melampau elastik limit ini maka grafik yang terbentuk ini merupakan garis lengkung. Karena antara nol hingga proporsional limitmerupakan garis lurus, maka berlaku hubungan Tegangan dibagi dengan Regangan sama dengan Konstant, sama dengan Modulus Elastisitas (Young Modulus). 

Apabila tegangan sudah mencapai titik Yields Stress maka benda uji sudah mulai nampak adanya pengecilan penampang. Dan ternyata pula pada titik tersebut benda uji mengalami pertambahan panjang dengan sendirinya walaupun besarnya beban tidak ditambah. Yields Stress dapat juga disebut dengan Yeild Point (Batas Lumer). Tetapi pada umumnya banyak logam yang tidak memiliki titik atau batas lumer yang jelas, terutama pada logam-logam yang rapuh. Pada diagram Tegangan-Regangan dari jenis logam tersebut titik lumer ditentukan dari harga tegangan dimana benda uji dari logam tersebut memperoleh perpanjangan (pertambahan panjang) permanen sebesar 0,2% dari panjang mula-mula. Tegangan ini biasanya dimanakan “Tegangan Net 0,2” dan merupakan dasar untuk menentukan Yield Stress.
Apabila pembebanan sudah mencapai titik Ultimate Stress (Batas Patah) maka tegangan ini merupakan tegangan tarik maksimum yang mampu ditahan oleh benda uji tersebut. Pada titik tersebut, benda uji sudah menunjukan gejala-gejala patah berupa retakan-retakan. Retakan-retakan yang sudah mulai timbul pada titik Ultimate Stress akan semakin bertambah besar dan akhirnya benda uji akan patah pada titik Fracture Stress.







BAB V
KESIMPULAN

            Setiap material atau bahan mempunyai kekuatan tarik maksimum yang berbeda terhadap pembebanan mekanis yang dilakukan pada perilaku material tersebut.
Dari hasil pengujian diketahui bahwa specimen yang diuji, yakni baja ST 42 memiliki mechanical properties sebagai berikut:
a.    Yield point sebesar, 51.62 (kg/mm2)
b.    Modulus elastic bahan, 97.807 (kg/mm2)
c.    Kekuatan tarik maksimum (UTS), 64.273 (kg/mm2)
Nilai-nilai di atas didapatkan dari grafik tegangan-regangan baja ST 42 berikut.

DAFTAR PUSTAKA 
Novyanto,Okasatria“MengenalPengujianTarik” (Online)https://okasatria.blogspot.com/2008/02/pengujian-tarik.html
Yuwono, A. Herman Buku Panduan Praktikum Karakterisasi Material 1pengujian Merusak (DestructiveTesting)”(Online)https://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/203f21941a45967f2725262fb729753931ce61b8.pdf

1 comment: